MEDAN, SUMUTCENTER.COM — Ketua Umum Pimpinan Daerah (DPD) Ikatan Pemuda Muhammadiyah (IMM) Sumatera Utara, Rahmat Taufiq Pardede mengalami tindakan represif kepolisian dalam aksi untuk rasa yang diinisiasi oleh kelompok mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Plus Sumut dan BEM Nusantara Sumut dengan tuntutan “BUBARKAN DPR” pada Rabu (27/8) di Kantor DPRD Sumut.
Dalam aksi yang menuntut pembubaran DPR itu, tampak terlihat jelas dalam video beredar dan diliput langsung oleh tim awak media yang bertugas, Rahmat Taufiq Pardede terlibat bentrok dengan aparat kepolisian sehingga melakukan penganiayaan terhadapnya.
Saat dikonfirmasi, Ketua DPD IMM Sumut Rahmat Taufiq Pardede membenarkan tindakan kekerasan yang terjadi dan meminta kepada Kapolda Sumut, Irjen. Pol. Whisnu Hermawan Februanto, S.I.K., M.H. untuk bertanggung jawab penuh atas kejadian yang dilakukan oleh personilnya
“Saya menyesalkan kejadian yang terjadi dan itu dilakukan oleh aparat kepolisian dan meminta kepada Kapolda Sumut untuk bertanggung jawab apalagi hal ini juga terjadi kepada salah satu kader saya sehingga bocor di bagian kepala. Hal itu dilakukan oleh pihak kepolisian”, ujar Rahmat Taufiq.
Dalam aksi tersebut bukan hanya puluhan aktivis yang mengalami tindak kekerasan terlebih insan pers yang melakukan peliputan juga mengalami hal yang sama dan diintimidasi.
Informasinya, Cipayung Plus Sumut besok akan melaporkan kejadian tersebut ke Polda Sumut sehingga para oknum yang melakukan penganiayaan dapat di proses sesuai dengan hukum, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hal ini menjadi catatan penting dalam sikap represif kepolisian terhadap masyarakat apalagi dalam momentum HUT Bhayangkara ke- 79 dengan mengusung tema “Polri untuk Masyarakat”.
Data Pemantauan KontraS terhadap Polri menunjukkan pembubaran paksa aksi unjuk rasa (unlawful dispersal) yang sering terjadi di hampir seluruh unjuk rasa yang membawa narasi penolakan terhadap kebijakan negara yang tidak pro-rakyat.
Dalam temuannya, KontraS mencatat bahwa sepanjang periode pemantauan terdapat 42 pembubaran paksa dan 46 penangkapan sewenang-wenang, dari total 89 peristiwa kekerasan terhadap kebebasan sipil terdapat lebih dari 800 orang yang ditangkap dan setengahnya menjadi korban kekerasan hingga mendapat luka ringan hingga berat. (AH/Red-06)
Tinggalkan Balasan